Kamis, 10 Desember 2009

menjadi air

Saat turun hujan, anak-anak itu buru-buru mengambil ember dengan segala bentuk dan ukurannya, untuk menampung air hujan. Tentu saja setelah itu mereka menikmati kebebasan menari di bawah pancuran raksasa.

Lalu air hujan yang tinggal di ember-ember tadi mengisi tiap ruang yang ada, seakan berubah bentuk menyerupai bentuk ember yang menampungnya.

Saat haus, satu botol besar air mineral di kulkas dituangkan ke dalam gelas. Kini air membentuk gelas yang menampungnya.

Setiap hari, Mama mengisi cetakan es dengan air lalu menaruhnya di freezer. Dan air pun membentuk balok-balok es. Beku.

Diamkan sesaat maka balok-balok es tadi akan mencair. Kembali menjadi air.

Air....
Mengalir mengikuti arus yang membawanya ke muara di mana semua air dari segala penjuru bumi berkumpul kembali.
Namun bila di tengah perjalanan, sebuah balok kayu membelokkannya untuk jalan memutar, demi menghidupi sebuah desa di balik pegunungan, ia pun akan berbelok. Sungguh ia tak memiliki kekuatan untuk menolak saat sedang mengalir tenang.
Saat angin menerpa, ia pun berubah menjadi galak. Namanya ombak. Dan bila terjadi guncangan di dalam batinnya, ia pun akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk menelan apa pun yang ada di hadapannya. Menjadi yang mereka bilang air bah.


Air... Air... Air...
Memahaminya seperti mudah. Namun konsistensinya untuk senantiasa berubah
membuatnya sulit dipegang. Mungkin cukup dirasa.
Saat dahaga menerpa dan raga membutuhkan kesegaran.
Atau mungkin...
biarkan saja mengalir...


Air... Air... Air...
Bila kamu memiliki keinginan, ke mana kamu akan pergi?


-good morning, Aquarians-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar