Senin, 04 September 2006

Anjing dan Gong-Gong

alkisah, di Negeri Seribu Gong. namanya saja Negeri Seribu Gong, ada ribuan gong di sana. hampir setiap rumah memiliki gong. karena gong dianggap sebagai alat musik suci. hanya digunakan untuk perayaan besar, seperti festival musim panen atau festival tahun baru. tidak ada satu pun gong yang dibunyikan di hari biasa. mereka sangat menjaga kesakralannya.


seorang bocah lelaki meratapi anak anjingnya yang baru lahir. tubuhnya begitu kecil dan gemetaran, darah di tubuhnya dijilati oleh ibunya. si bocah menitikkan air mata. di antara saudara-saudara anjing kecil itu, hanya ia yang tidak mengeluarkan suara. anjing itu bisu. sejak saat itu, si bocah selalu mengajak anjing kecilnya ke mana pun ia pergi. bukan hanya itu, ia juga mengajarkan si anjing untuk bersuara. tapi tidak bisa.


anjing itu pun tumbuh menjadi anjing yang sangat aktif. lebih aktif dari anjing-anjing biasa. dan sangat membantu majikannya. ia membantu majikannya mengangkat beras dagangan ke pasar. juga menggiring domba dari kandang ke bukit, meskipun ia tidak punya suara. ia kini jadi anjing kesayangan semua orang.


suatu hari, tidak ada angin, tidak aja hujan, gong berbunyi. hal ini menggemparkan seisi Negeri Seribu Gong. tidak ada yang boleh membunyikan gong di hari biasa. siapapun yang membunyikan gong ini akan dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya.


semua rakyat sibuk mencari datangnya suara gong yang bertubi-tubi itu hingga ke pelosok negeri. hingga akhirnya di perbatasan negeri, si anjing bisu itu ditemukan sedang mengadukan kepalanya ke gong berkali-kali. rakyat yang melihatnya langsung mengangkatnya beramai-ramai. ia diusung hendak dibawa ke kerajaan untuk dihukum. saat rakyat berama-ramai mengusungnya menjauhi perbatasan, seorang rakyat lain berteriak. katanya ia menemukan darah dan sebuah kereta yang terbalik.


si bocah, majikan si anjing, tertimpa kereta. ia tidak bisa bergerak. tubuhnya kejang-kejang. darah di mana-mana. rakyat yang mengusung si anjing itu langsung berusaha mengangkat kereta itu dan membawa si bocah ke tabib.


si bocah kini dalam kondisi kritis. ia kehilangan banyak darah.


si anjing nasibnya kini di ujung tanduk. ia harus menghadapi hukuman mati.


 


hari berganti hari dan si anak tak kunjung pulih. si anjing tetap bersalah. semua orang menyalahkannya atas kecelakaan itu. terlebih lagi karena ia memukul gong dengan kepalanya. bahkan orang tua si bocah menyerahkannya ke pengawal istana begitu saja. mereka menganggap kecelakaan yang dialami anaknya adalah kesalahan si anjing. padahal tak ada satu pun dari mereka yang berada di sana, menyaksikan kejadiannya. semua hanya asumsi dan persepsi.


si anjing pun semakin dekat dengan hari penghukumannya. ia pun semakin kurus. bukan karena hukuman yang akan dijalani, tapi karena ia tidak diperbolehkan bertemu dengan si bocah. ia tidak tahu keadaan si bocah. setiap kali melihat keluar jeruji jendela, ia berharap sosok mungil itu ada di sana, mengajaknya bermain lagi, seperti dulu. tapi sosok yang ia tunggu tak pernah muncul. ia hanya melihat hari berganti, lagi dan lagi.


hingga suatu hari, saat gong berbunyi, saatnya ia dihukum mati. si anjing dibawa keluar oleh pengawal istana. di halaman istana berkumpul seluruh rakyat ingin menyaksikan saat-saat penting ini.


si anjing digiring ke altar. di sana berdiri pemanah handal Negeri Seribu Gong yang siap melakukan eksekusi. si anjing yang diikat berdiri di depan. ia sudah di dalam bidikan para pemanah. saat itu, dari kejauhan terlihat sosok mungil yang ia nantikan selama ini. si bocah berlari dari arah kerumunan rakyat, menuju altar, menghampirinya. si anjing nampak senang sekali. ia membuka mulutnya lalu mengeluarkan suara untuk pertama kali dalam hidupnya, saat gong-gong berbunyi.


***


di rumah kecil di Negeri Seribu Gong, seorang anak kecil menghembuskan napas terakhirnya, tersenyum.


di atas altar, seekor anjing bisu menggong-gong di tengah bunyi gong, untuk pertama dan terakhir kali dalam hidupnya.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar